Orang yang mencari "kecukupan duniawi" dengan (cara
mengumpulkan) harta seperti memadamkan api dengan jerami (Bakr bin Abdullah),
demikian statemen yang saya kutip dari kitab Ihya milik imam Al-Ghazali.
Akhir-akhir ini saya semakin merasa aneh dengan kondisi negeri
Islam perdana ini. Seharusnya, seperti diilustrasikan Al-Ghazali, negeri ini
menjadi tempat untuk bertafakkur dan mengingat akhirat. Setiap praktek ibadah
haji atau umrah adalah miniatur dari perjalanan seorang hamba menuju alam
terakhir setelah maut menjemput.
Alih-alih bisa berkontemplasi, negeri ini sudah menjelma
menjadi negeri kapitalis nomer wahid se-timur tengah. Tak usah jauh-jauh ke
luar tanah haram untuk menikmati fasilitas lux ala kehidupan modern, di depan
masjid haram saja sudah menyuguhkan pemandangan kontras 180% dengan
jejeran-jejeran hotel-hotel berbintang lengkap dengan mall tempat perbelanjaan.
Obrolan-obrolan penduduk yang mendiami Mekkah sudah bukan lagi
ilmu, ibadah dan tetek bengeknya. Mereka sudah terbuai oleh perburuan kertas-kertas
bergambar foto raja Fahad, raja Abdul Aziz, raja Su’ud dan raja lainnya. Uang
real jauh lebih eksotik dari sekedar janji nabi “shalat satu rakaat di Masjid
Haram sama dengan 100 ribu rakaat di tempat lain”.
Hati dan otak anda yang awalnya dibaluti rasa khusuk, dalam
hitungan hari akan berubah menjadi es akibat menyaksikan fenomena di luar
haram. Rumah Allah yang berdiri semenjak dunia diciptakan sulit untuk
menggetarkan hati anda sebagaimana pandangan pertama. Entah, ini negeri apa?
Kata orang ini negera “paling Islam” sejagat, terbukti dengan baliho super
besar yang terpampang di pintu masuk kota haram, Mekkah, di sana tertulis “Non
Muslim dilarang masuk”. Namun saat anda berjalan menyusuri perbelanjaan di
depan haram anda akan dibuat tertawa dalam hati: aneh, non Muslim dilarang
masuk tapi produk-produk terkenal dunia semacam Dior, Gucci, Giordano, Nike,
dll akan segera menggoda anda. Mirip dengan gaya hidup Bin Laden yang
anti-Barat tapi selalu menggendong klasnikov buatan Rusia itu.
Lebih miris jika anda membandingkan nama-nama gagah para raja
dinasti Su'ud yang terpampang di setiap pintu masjid haram dengan jalanan dan
gang sempit di kawasan Syarafiyah-Jeddah. Di sana nama-nama pembesar sahabat
Nabi Saw. menghiasi setiap blok bangunan kumuh para warganya yang notabene
penduduk asing, termasuk warga Indonesia.
Mulai dari para khatib masjid hingga pekerja media sibuk
dengan memuji, mempublikasikan prestasi penguasa dan raja. Jarang ada yang
berani mengkritik karena terancam akan dibui atau media akan dibredel. Jejaring
sosial diawasi secara ketat sehingga warga Syiah yang mulai menggeliat
memberontak dengan melakukan demo karena diperlakukan sebagai warga kelas dua
hanya seperti suara sumbang.
Para imam dan ulama Saudi terdepan dalam melabeli saudara
Muslimnya yang dianggap tak sealiran sebagai pelaku bid'ah, fasik bahkan murtad
dan kafir. Tapi lidah mereka akan kelu saat melihat kemesraan petinggi kerajaan
dengan politikus Amerika dan negara-negara eropa pada umumnya. Terakhir, bagi para tetamu Allah yang mendapat kelebihan rejeki untuk melakukan perjalanan umroh atau haji non-wajib sebaiknya mempertimbangkan tetangga kalian yang kekurangan. Wallahu a'lam!
Jiyed-Mekah 29 Agustus 2012
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments